Rabu, 13 Januari 2016

Batam yang Bikin Meragu

Persoalan muncul ketika era otonomi daerah tiba.
Jika bicara soal industri dan perdagangan luar negeri, nama Batam pastilah tercatat dalam sejarah kita. Pulau yang berseberangan dengan Singapura itu merupakan salah satu kawasan ekonomi khusus (KEK) pertama di Tanah Air, bersama dengan Bintan dan Karimun.

Sebelumnya pun, Batam telah tercatat sebagai kawasan pergudangan dan kawasan berikat. Dengan segala fasilitas yang ada untuk pengembangan industri, dari infrastruktur macam pela buhan sampai berbagai insentif pajak, Batam dipoles untuk memikat investor. Untuk tujuan itu pula, dibentuk Badan Pengusahaan atau Otorita Batam.

Walakin, persoalan muncul ketika era otonomi daerah tiba. Timbul dualisme otoritas, antara Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam.

Tumpang-tindih kewenangan tersebut kini mendapat atensi serius dari pemerintah pusat karena telah memengaruhi investasi.

“Adanya dualisme kewenangan dalam pengaturan pertanahan dan fungsi lainnya antara Pemkot Batam dan BP Batam menyebabkan dualisme yang akhirnya menimbulkan keraguan investor untuk masuk melakukan penanaman modal di BBK (Batam, Bintan, Karimun),” kata Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, ada sejumlah persoalan dari segi legal.Pertama, peraturan perundangan mengenai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas free trade zone di BBK yang tidak otoritatif dan tidak efektif di lapangan.Selain itu, disharmoni antara beleid di bidang pemerintah daerah berdasarkan UU No 23/2014 dan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas free trade zone yang diatur dalam UU No 36/2000.Kurang bergairah Sebelum rapat di Kantor Presiden tersebut, para menteri telah mengadakan rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian pada hari yang sama. “Masalah dualisme membuat iklim investasinya kurang begitu bergairah.

Tentu itu harus kita selesaikan,” ujar Menteri Perindustrian Saleh Husin seusai rapat.

Ia memberi contoh masalah perizinan dari salah satu pelaku usaha yang mau membawa alat berat ke lokasi usahanya memakan waktu terlalu lama karena tumpangtindih kewenangan antarinstansi tersebut.

Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan, selama ini pengaturan perizinan telah jelas sesuai dengan hak mengelola bagian masing-masing, tapi itu membuat investor bingung. Dualisme otoritas itu terjadi karena sejak awal desain pemerintahannya ti dak terjaga.

“Tadinya kan sudah ada pembagian kawasan antara otoritas dan BP (Badan Pengusahaan). Tapi kon? ik melebar, kesannya BP Batam mengelola urusan ekonomi, pemerintah daerah hanya masyarakat saja. Padahal sudah ada pembagian wilayah masing-masing. Itu yang harus diselesaikan,” jelas Ferry.

Menurutnya, Batam memerlukan otoritas tunggal sebagai kawasan ekonomi.

Pengembangan otonomi khusus daerah juga bisa dilakukan dengan pemegang otoritas ada di satu tangan.

Misalnya, otoritas tunggal oleh menteri dalam negeri yang kemudian diikuti oleh semua pihak. (Fat/Ant/E-2) Media Indonesia, 6 Januari 2016, Halaman 18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar